
Bahkan beberapa pasangan warga miskin yang sudah mendaftar akan menikah, akhirnya memilih menikah siri karena tidak mampu membayar pungutan liar yang diminta petugas di KUA Makasar.
Nasrul (34), warga RW 01, Cipinang Melayu, Makasar Jakarta Timur, kepada Warta Kota, Kamis (21/10) mengatakan pungutan yang dipatok oknum petugas KUA itu cukup mencekik leher, yakni antara Rp 500.000 hingga Rp 700.000.
Padahal biaya administrasi pernikahan resmi yang tertera di kantor KUA Kecamatan Makasar hanya Rp 35.000 (bila menikah di KUA) dan Rp 85.000 (bila menikah di luar KUA atau penghulu mendatangi pasangan).
Nasrul menuturkan, pungutan liar itu dimulai sejak pasangan akan mendaftarkan rencana pernikahan ke KUA setelah mendapatkan surat pengantar dari RT, RW dan Kelurahan. Di Kantor KUA Kecamatan Makasar, mereka akan dikenai biaya pendaftaran oleh petugas KUA sebesar Rp 110.000.
"Jika tidak membayar uang pendaftaran sebesar itu maka proses perkawinan dipersulit. Alasan yang paling sering adalah jadwal penghulu KUA yang padat," kata Nasrul yang mengaku sudah 3 kali menjadi saksi dan mengantar tetangganya menikah di KUA Kecamatan Makasar.
Jika sudah membayar uang pendaftaran , maka KUA akan menetapkan lagi uang antara Rp 500.000 sampai Rp 700.000 di hari pernikahan yang ditetapkan dan diinginkan.
"Pasangan akan disuruh menyiapkan biaya sebesar itu, baik bila akan menikah di KUA atau menikah diluar dimana penghulu akan mendatangi tempat pasangan akan menikah," papar Nasrul.
Nasrul mengatakan biaya terakhir yang cukup besar itu tergantung negosiasi antara pasangan dan orang KUA. "Pokoknya kayak transaksi jual beli lah," ujarnya.
Menurutnya, ada sekitar 10 an pasangan tak mampu di RW 01, Cipinang Melayu yang melakukan nikah siri lantaran tak memiliki uang. Yang membuatnya heran, pihak penghulu diundang atau tidak, biayanya tetap sama mahalnya. "Kalau kita nikah di KUA atau di rumah, biayanya sama mahalnya," keluhnya.
Dibantah
Kepala KUA Kecamatan Makasar, Ansori Syahrudin, di Kantornya, Kamis siang, membantah adanya pungutan liar yang mencapai Rp 700.000 untuk biaya pernikahan.
Ansori menyesalkan keluhan warganya itu disampaikan ke wartawan dan meminta mereka datang saja ke kantornya untuk diberikan penjelasan.
"Tidak ada pungutan sebesar itu, semua yang nikah di sini biayanya resmi dan tertera di papan pengumuman. Kalau ada warga yang komplain atau mengeluh, saya minta datang saja ke kantor," ujar Ansori.
Ansori juga mengaku sudah menerapkan program Bebas Dana dan Biaya (BDB) pernikahan bagi masyarakat miskin dan tak mampu di wilayahnya. Sayangnya ia tak bisa menyebutkan berapa jumlah orang miskin yang telah nikah gratis itu.
"Syaratnya mudah, cukup lampirkan pengantar dari RT/RW dan kelurahan setempat serta surat tidak mampu, agar dapat nikah gratis," ujarnya. (red/*wkc)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar